Pemilu 2024 tinggal menghitung jam dari artikel ini diterbitkan. Begitu banyak hal menarik yang mewarnai pemilu kali ini. Mulai dari branding “Gemoy” yang digunakan oleh calon presiden berlatar belakang militer, hingga kampanye bernuansa K-Pop yang dilakukan oleh anak-anak muda untuk calon presiden pilihannya.
Di samping keseruan tersebut, ternyata tidak lepas dari catatan hitam yang menodai hal menarik pada pemilu kali ini. Pada hari Senin, 11 Februari 2024, tiga pakar tata negara merilis film di YouTube dengan judul Dirty Vote yang berisi skenario kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif yang dilakukan pemerintah untuk memenangkan calon presiden pilihannya. Hal ini membuat masyarakat marah karena merasa negara dipermainkan sedemikian rupa oleh elite politik untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya.
Keraguan Para Pemilih
Sebelum rilisnya film Dirty Vote, beberapa masyarakat sebenarnya sudah muak dengan perpolitikan yang ada di Indonesia. Mereka menganggap bahwa politik adalah sesuatu yang buruk dan kotor sehingga semua yang berkaitan dengan politik adalah sesuatu yang “haram”.
Setelah dirilisnya film tersebut, beberapa masyarakat yang ragu akhirnya membuat sikap. Sikap yang pertama adalah memilih yang paling sedikit keburukannya atau biasa dikenal dengan Lesser Evil. Mereka beranggapan jika tidak ada yang baik, maka yang paling sedikit buruknya yang akan dipilih.
Berbeda dengan sikap pertama, beberapa pemilih yang awalnya masih bingung justru semakin yakin akan melakukan golput atau tidak memilih siapa pun di pemilu kali ini. Mereka merasa semuanya jelek dan tidak ada yang perlu dipilih. Bahkan mereka membuat pernyataan, “Siapapun presidennya hidup gue juga gini-gini aja”.
Benarkah Politik itu Kotor?
Alasan beberapa orang memilih untuk golput adalah karena menganggap politik itu buruk. Munculnya anggapan demikian tentu ada latar belakangnya, yakni karena banyak pejabat di Indonesia mempertontonkan permainan licik mereka tanpa rasa malu. Bahkan hal paling miris adalah hukuman untuk para koruptor sering lebih ringan dibandingkan maling ayam di desa.
Ketika muncul calon presiden baru dalam kontestasi perpolitikan tahun ini sebenarnya adalah angin segar bagi masyarakat. Kita akan mendapatkan gagasan-gagasan baru yang akan membuat Indonesia menjadi lebih baik lagi. Tetapi ternyata beberapa pemilih tetap merasa bahwa janji-janji yang disampaikan hanya bualan semata dan belum tentu dapat ditepati ketika terpilih.
Lantas apakah politik memang kotor?
Saya memiliki sebuah analogi menarik terkait politik.
Politik itu ibarat sebuah pisau. Jika pisau itu digunakan untuk memotong bahan makanan maka akan sangat bermanfaat karena membantu proses memasak. Akan tetapi, jika pisau itu digunakan untuk menusuk orang lain seperti yang dilakukan oleh perampok maka pisau menjadi buruk.
Politik juga demikian. Politik adalah hal netral yang menjadi baik atau buruk tergantung siapa penggunanya. Jika politik digunakan untuk membantu masyarakat kurang mampu dengan menyediakan pendidikan gratis, harga barang pokok terjangkau pasti akan menjadi baik. Tetapi jika politik digunakan untuk memudahkan keluarga atau kelompoknya mendapatkan sesuatu dengan melanggar hukum maka akan menjadi buruk.
So, politik itu adalah sesuatu yang netral tergantung siapa yang menggunakannya.
Tidak ada yang Bisa Dipilih
Pernyataan bahwa semua calon presiden jelek dan tidak ada yang bisa dipilih, menurut saya adalah hal yang naif. Kenapa? karena kita saja bisa memiliki toleransi terhadap seseorang untuk menjadi pasangan kita, entah karena sikap atau penampilan fisiknya. Tetapi ketika memilih politisi menggunakan standar ganda dengan mewajibkan presiden menjadi seorang yang sempurna.
Ingat, kita ini memilih calon pemimpin negara bukan seorang malaikat yang tidak pernah melakukan kesalahan.
Bahkan jika kita melihat ke dalam kisah terdahulu, Nabi Muhammad saw. pun juga memiliki kekurangan, bahkan beliau pernah mendapatkan teguran langsung dari Allah swt.
Siapa pun Presidennya Hidup Gini-Gini Aja
Beberapa orang dalam beberapa bulan terakhir beranggapan bahwa siapa pun Presidennya tidak akan mempengaruhi hidupnya. Jadi mereka bersikap bodomat terkait pesta demokrasi yang sedang berlangsung.
Tapi tahukah kalian kalau Presiden itu bisa mempengaruhi hidup kalian? Ngga percaya? ini adalah beberapa hal dalam hidup yang sangat dipengaruhi oleh kebijakan:
- Biaya pendidikan yang mahal
- Harga BBM mahal
- Harga listrik mahal
- Harga naik transportasi umum mahal
- UMR rendah
- Pajak tinggi
- dan lainnya
Bagaimana? masih beranggapan kalau presiden tidak memiliki pengaruh apapun di kehidupanmu? kalau masih beranggapan demikian, berarti kamu mungkin sedang tidak tinggal di Indonesia atau kamu adalah orang ber-previllage yang egois karena hanya mementingkan hidupmu sendiri.
Golput = Lari dari Tanggung jawab
Memilih untuk tidak memilih sebenarnya sah-sah saja. Akan tetapi hal ini membuatmu sebagai orang yang tidak mau bertanggung jawab. Kenapa? karena ketika pemimpin sebuah negara melakukan hal menyimpang, kamu dengan mudah akan bilang “benerkan kata gue semuanya jelek, mending golput aja”. Padahal golput bukan solusi loh. Ini analogi sederhananya,
Kita saat ini tinggal di sebuah negara seperti berada di dalam sebuah kendaraan dengan pemimpin adalah sopirnya. Sebelum berangkat, kita akan menentukan siapa yang pantas untuk menjadi sopir dalam perjalanan ini. Para penumpang mulai untuk memilih siapa sopir yang pantas untuk mengantarkan mereka dengan pandangan masing-masing, tetapi ada penumpang yang tidak mau memilih dan hanya ikut hasil saja.
Setelah beberapa waktu berselang, akhirnya terpilihlah satu sopir dan wakilnya. Kemudian, sang sopir langsung mengendarai kendaraan tersebut bersama seluruh penumpang. Beberapa waktu berselang ternyata para penumpang teriak ketakutan karena sang sopir tidak memiliki pengalaman dalam mengendarai sehingga kendaraan ugal-ugalan.
Tidak lama setelah para penumpang teriak ketakutan, kendaraan tersebut menabrak pagar pembatas dan masuk ke dalam jurang. Tidak ada penumpang yang selamat, bahkan penumpang yang hanya ikut keputusan penumpang lainnya dalam memilih sopir juga mengalami hal serupa.
Analogi di atas seharusnya cukup menggambarkan bagaimana jika kamu golput juga akan mengganggu hidupmu, bahkan semua orang di negara kita.
So, jangan golput. Pilihlah yang paling baik, jika tidak ada, maka pilihlah yang paling sedikit keburukannya untuk masa depan bangsa Indonesia.